Iron Chef Kids, Semoga Lebih Bernuansa Indonesia

Sudah beberapa episode Iron Chef Kids saya tonton dan nikmati bersama seluruh keluarga. Bagi yang belum pernah menonton sebelumnya, ini adalah acara TV berupa kompetisi masak ala Master Chef Indonesia tapi dengan peserta anak-anak. Konsep acara memang menarik dan ditampilkan dengan baik oleh tim produksi Indosiar. Acara ini mampu menghibur sekaligus memberi banyak pengetahuan baru bagi penontonnya. Terutama tentang pengetahuan "teknologi makanan & memasak". Sesuatu yang terkait dengan hampir semua kalangan masyarakat.


Lalu apa negatifnya? Acara ini tampaknya adalah acara franchise dari sindikat penyiaran luar negeri. Sindikasi kelihatannya tidak hanya dalam konsep acara namun juga dalam content. Tak tampak nuansa Indonesia dalam tema lomba masak. Dalam 2 episode, tema lomba yang diangkat adalah chocolate dan daging terderloin. Peralatan masak juga didominasi alat-alat modern yang kebanyakan tidak saya kenal. Bumbu, sayur, buah, istilah, dll hampir semua berbau Barat. Para chef pendamping dan komentator juga berbicara fasih ala chef Barat. Saya baru sadar juga bahwa "teknologi memasak" yang dikembangkan orang Barat sudah sedemikian canggihnya. Teknik bagaimana cara menjaga agar daging digoreng tetap "juicy" dan tidak kering juga membuat saya terhenyak kagum. Ternyata para ahli masak telah melangkah sangat jauh. Tentu saja ini sangat baik bagi penambahan pengetahuan masyarakat Indonesia. Kita jadi kenal dengan banyak hal baru dalam ilmu memasak.

Namun, menyaksikan anak-anak harus dipaksa memasak sesuatu yang non-Indonesia dalam suatu pertandingan rasanya kurang pas juga. Saya yakin sebagian mereka pasti akan lebih senang jika diminta masak dengan tema tahu dan tempe misalnya, atau singkong dan ikan gurame. Kita juga punya soto, rendang, kue berbasis singkong, beras, sayur lokal yang justru sangat beragam dan enak, kenapa tidak dikedepankan?

Saya bukan ahli masak, tapi saya adalah penggemar makanan, baik ala Barat maupun Indonesian cuisine. Namun saya rasa Iron Chef Kids akan jauh lebih bermakna dan bermanfaat jika dikemas dengan nuansa Indonesia yg lebih kental. Saya yakin sindikat pemberi franchise tidak akan keberatan, kecuali jika memang ada udang dibalik batu untuk menjajah bangsa kita, kali ini melalui "budaya" masak dan makan. Mungkin saja.

Anak putri saya yang berumur 11 tahun sangat senang melihat acara ini, namun tidak berani ikut karena merasa inferior harus berurusan dengan begitu banyak hal yang tak dikenalnya dan berbeda dengan keadaan kami sehari-hari.

Posting Komentar

2 Komentar

Anonim mengatakan…
saya kurang suka dengan chef wana itu lho galaknya ga ketulungan masak bicara sama anak-anak kok begitu....lebih baik diganti yg lebih friendly
AryoMA mengatakan…
makin asyik aja, biasanya sya suka tuh mampir-mampir ke fanpagenya http://www.facebook.com/IronChefKids.Indosiar