Barcelona Merusak Kenikmatan Sepakbola

Saat ini Barcelona seakan menguasai dunia. Dengan gelar Champions Cup kedua dibawah pelatih Pep Guardiola, tim ini mampu menaikkan standar permainan mereka 1 level diatas tim terbaik dunia lainnya. Pep mampu menciptakan style bermain bola yang baru yang hingga 1-2 tahun kedepan masih akan sulit dicarikan metode untuk meredamnya. Mungkin bisa dianalogikan dalam bisnis seperti Apple yang menciptakan produk iPad yang berbeda sama sekali dengan yang ada di pasar, butuh waktu beberapa tahun sebelum para pesaing bisa menyadarinya, mencarikan jalan peredamnya serta akhirnya mengalahkannya.


Style Barcelona ini adalah efektif saat memegang bola, 1-2 sentuhan, mengalirkan bola terus menerus dari satu pemain ke pemain lainnya, tidak ada long-pass, paling jauh operan 10 meteran, dan selalu mencari celah-celah menembak ke gawang secara kreatif dan mengejutkan. Saat kehilangan bola, mereka betul-betul disiplin melakukan pressure ke lawan sehingga lawan menjadi selalu merasa dibawah tekanan.

Apakah ini hal baru? Tidak juga. Namun Barcelona melakukannya dengan sempurna, konsisten dan mampu menikmatinya.

Peran siapakah ini? Pep Guardiola sang pelatih? Atau Lionel Messi sang maestro? Saya pikir, keberhasilan Barcelona di era ini adalah kombinasi keduanya. Pemain lain? Tidak begitu banyak. Banyak pemain hebat Barcelona yang hengkang ternyata tidak mampu berbuat banyak di klub barunya. Yang perlu diuji adalah apakah Pep akan sukses di klub baru yang tidak ada Messi dan tidak memiliki karakter ala Latin? Atau apakah Messi akan berhasil dibawah pelatih lain?

Celakanya bagi para penikmat bola adalah kenyataan bahwa semua pertandingan besar dan penting yang dilakoni Barcelona menjadi sangat membosankan. Hampir semua laga memiliki perbandingan ball posession yang sangat berat sebelah. Final melawan Manchester United 68%-32%. Saat menang melawan Real Madrid di semifinal 77%-23%. Saat seri versus Real Madrid juga tetap berat sebelah 69%-31%. Lebih parah lagi saat babak awal melawan Panathinaikos 86%-14%. Bahkan saat kalah dari Arsenal 1-2 pun Barcelona menguasai penguasaan bola 66%-34%.

Apa enaknya menonton pertandingan berat sebelah seperti itu?

Tentu saja para fans yang mengatasnamakan “sepakbola indah” tidak akan setuju dengan saya. Namun sebagai penggemar bola yang menikmati pertandingan imbang yang penuh suspense, saya sungguh tidak lagi bisa menikmati pertandingan-pertandingan penting dimana ada Barceloa bermain.

Salah siapakah ini? Bukan salah siapa-siapa. Ini adalah bagian dari siklus perkembangan “budaya” bernama sepakbola. Saat ini belum ada satupun manajer klub yang mampu meracik strategi dan tim yang betul-betul ampuh meredam style yang dimiliki Barcelona saat ini. Bahkan bila Mourinho “the special one” dijadikan pelatih tim nasional Brazil sekalipun, saya yakin akan kesulitan melawan Barcelona.

Sedih juga menghadapi kenyataan ini, mudah-mudahan dalam waktu 1-2 tahun kedepan klub dan tim lain mulai bisa menaikkan level sepakbola mereka ke tingkat yang sama. Ketika itu terjadi, maka kita akan bisa menyaksikan lagi laga-laga penting yang dramatis ala Manchester United versus Bayern Muenchen tahun 1999 yang berakhir 2-1 dengan 2 gol Manchester United di injury time babak kedua. Begitu nikmatnya menonton final Champions Cup.

Sepakbola tidak hanya sekedar menikmati keindahan skill dan strategi permainannya, tetapi kejutan dan dramanya…

Artikel ini juga dapat dibaca di Kompasiana.

Posting Komentar

1 Komentar

Anonim mengatakan…
Itu namanya Barcelona akhirnya mengajari klub lain bagaimana bermain sepakbola. yang kita pikirkan klub sehebat Manchester United tapi ketika berhadapan dengan Barcelona seperti baru belajar main bola. salut buat Barcelona