Promosi Dagang & Rokok

Promosi dagang tentang rokok ada dimana-mana, di koran, TV, selebaran, brosur, radio, bilboard, baliho, dan banyak lagi bentuk yang sangat bermacam-macam dan kreatif seakan-akan membanjiri hidup kita. Outdoor Advertising juga semakin menggila, seakan tidak ada ruang lowong yang tidak ada iklannya di dunia ini. Apalagi di negara kapitalis semacam Indonesia. Saya belum pernah pergi ke Afrika, jadi belum tahu seberapa tingkat “keterkerumunan” masyarakat sana terhadap iklan seperti disini. Rwanda, salah satu negeri termiskin di dunia, mungkin itu salah satu tempat yang bisa jadi bebas iklan. Mungkin Korea Utara, negara komunis satu-satunya yang masih mengungkung diri.

Industri rokok mengeluarkan dana hampir Rp 1,6 trilyun untuk menjual rokok produksi mereka lewat iklan, promosi dan sponsorship. Ini tidak sebanding dengan pengeluaran negara untuk memberi layanan kesehatan bagi masyarakat akibat merokok melalui program Askeskin yakni Rp 167 trilyun pada tahun 2005.

Di Indonesia, hampir setiap ruas jalan yang lebarnya diatas 1 meter, dapat dipastikan akan ada billboard iklan, sebagian besar pasti iklan rokok. Billboard rokok menguasai setiap jalan dan ruang di Indonesia. Saya pikir kekuatan keuangan perusahaan-perusahaan rokok ini sangatlah dahsyat sehingga bisa “menyelimuti” sekian banyak kota di negeri ini dengan iklan mereka. Bahkan sekarang setiap lantai lapangan basket, voli dan bulutangkis di banyak penjuru negeri dicat dengan iklan mereka… Unbelievable…

Di satu sisi kita semua senang karena iklan rokok ini ikut membantu perbaikan kualitas fasilitas-fasilitas umum seperti lapangan olah raga atau taman-taman kota. Juga adanya pendapatan pajak bagi negara dari rokok terus meningkat. Namun kita harus sadar bahwa itu semua iklan dan iklan secara empiris terbukti hampir selalu mampu menaikkan penjualan suatu produk. Jadi, semakin lebar selimut iklan rokok tersebut menghampar di seluruh penjuru negeri, hampir dapat dipastikan jumlah rokok yang terjual di negeri ini juga akan naik.

Indonesia adalah juara ketiga di dunia setelah India dan China dalam hal jumlah perokok. Tahun 2009 lalu, pendapatan negara melalui cukai rokok mencapai angka 53 Triliun rupiah, dan diprediksikan tahun 2010 ini akan mencapai angka 55,3 Triliun rupiah.

Yang paling parah adalah kenyataan bahwa perusahaan rokok ternyata membidik pasar kaum muda. Dengan strategi jitu masuk ke dunia yang banyak terkait dengan kaum muda, maka dapat dipastikan juga jumlah perokok baru (yang muda usia) juga akan naik!

Data Susenas tahun 2005, untuk rokok menghabiskan rata-rata jumlah pengeluaran keluarga yang tergolong besar yaitu sebanyak 11,5% dibandingkan dengan pengeluaran untuk urusan pendidikan yang hanya 3,2%, untuk kesehatan 2,3%, dan untuk konsumsi ikan, daging, dan sebagainya sebesar 11%.

Iklan rokok semakin kreatif dan semakin masif. Hampir tidak ada celah ruang publik yang terlewatkan. Ruang publik secara fisik seperti TV, radio, billboard, dll menyapu bersih kehidupan kita. Bahkan lebih jauh lagi ruang publik dari sisi kehidupan sosial kita di masyarakat, seperti sponsor liga sepakbola, sponsor acara di klub-klub malam, sponsor festival musik siswa sekolah, sponsor tour artis terkenal keliling nusantara, bantuan tempat sampah di perumahan kumuh, bantuan gerobak dorong penjual bakso, hingga membiayai scholarship pendidikan anak-anak kita.

Kalau dulu iklan rokok dibatasi dengan tidak boleh menampilkan adegan merokok, dibatasi juga jam tayangnya di TV, dibatasi harus menulis besar-besar tentang bahayanya merokok, dan berbagai restriksi lainnya. Namun apa yang terjadi? Menyurutkah perkembangan iklan rokok? Tidak sama sekali. Bahkan sekarang bertambah keterlaluan.

Lalu siapa yang bisa melindungi generasi muda kita dari serbuan kapitalis tobako ini? Celakanya perusahaan rokok terbesar di negeri kita saat ini justru dimiliki oleh pihak asing. Pihak yang usaha rokoknya dipepet terus dinegerinya, sekarang menggurita merambah negeri lain yang masih cukup “bodoh” untuk dimanfaatkan dan dihisap uangnya demi rokok yang merusak bangsa.

Hasil penelitian Komnas Perlindungan Anak, 99,7 persen remaja melihat iklan rokok di televisi, 87,7 persen remaja melihat iklan rokok di media luar ruang, 76,2 persen remaja melihat iklan rokok di koran dan majalah, 81 persen remaja pernah mengikuti kegiatan yang disponsori industri rokok.

Harus ada gerakan masif dan terencana baik untuk mengatur sebaik-baiknya permasalahan ini. Sangat sulit untuk menghentikan para perokok yang sudah kecanduan. Namun masih sangat mungkin untuk melindungi generasi muda kita dari kecanduan.

Mau dikemanakan negeriku? Kotaku? Suatu saat kita akan dikelilingi lebih banyak perokok dan lebih banyak asap rokok… Tunggulah… Atau saat itu sudah datang?

Tulisan ini juga dipublikasi di blog The World Viewed from Samarinda

Tulisan ini juga dipublikasi di Kompasiana.com

Posting Komentar

0 Komentar